Jumat, 16 November 2012

tentang hikayat2x


Hikayat Simiskin
Hikayat Si Miskin
http://2.bp.blogspot.com/_EkAPRyIuoDk/SdoPLuEf6BI/AAAAAAAAAVo/r1oVEqKwlio/s400/katak+di+candi+lama-1.jpgKarena kutukan Batara Indra, raja keindraan beserta istrinya jatuh miskin, melarat, dan terlunta-lunta di Kerajaan Antah Berantah yang diperintah oleh Maharaja Indra Dewa. Setiap hari si Miskin mencari sisi-sisa makanan yang sudah dibuang orang di tempat-tempat sampah. Apabila penduduk melihatnya, mereka beramai-ramai menghina, memukul, dan mengusir si Miskin suami-istri itu, sehingga badannya luka-luka. Sedih hati si Miskin sepanjang hari dan tidak berani masuk kampung karena takut dipukul atau dilempari batu. Diambilnya daun-daun muda untuk dimakan dan untuk pengobat luka di tubuhnya. Demikianlah pengalaman dan penderitaan mereka sepanjang hari.
Ketika mengandung 3 bulan, istrinya mengidamkan buah mempelam (sejenis mangga) yang tumbuh di halaman istana raja. Dimintanya agar suaminya (si Miskin) meminta buah mempelam itu kepada raja. Mendekat kampung saja suaminya tidak berani, apalagi hendak menghadap raja minta buah mempelam itu. Dengan sedih dan meratap istrinya memohon supaya suaminya mau meminta mempelam raja itu. Karena kasihan kepada istrinya si Miskin mencoba meminta mempelam itu.
Tiada disangka-sangka, raja sangat bermurah hati dan memberikan mempelam yang diminta si Miskin. Buah lain seperti nangka pun diberi raja. Penduduk kampung yang melihatnya jatuh kasihan dan bermurah hati memberi si Miskin kue dan juadah (kue basah). Mungkin berkat tuah anak.yang dikandung istrinya juga hal yang demikian itu terjadi.
Pada hari baik, setelah cukup bulannya, istri si Miskin melahirkan seorang putra yang sangat elok parasnya. Anak itu diberi nama Marakermah yang artinya anak dalam penderitaan.
Ketika si Miskin menggali tanah untuk memancangkan tiang atap tempat berteduh, tergali olehnya taju (topi mahkota) yang penuh berhias emas. Dengan kehendak Yang
Mahakuasa, terjadilah sebuah kerajaan lengkap dengan alat, pegawai, pengawal, dan sebagainya di tempat itu. Si Miskin menjadi rajanya dengan nama Maharaja Indra Angkasa dan istrinya menjadi permaisuri dengan nama Ratna Dewi. Kerajaan itu mereka namakan Puspa Sari.
Kerajaah Puspa Sari terkenal ke mana-mana. Pemerintahannya baik, rakyatnya aman, damai, makmur, dan sentosa. Tiada lama kemudian lahirlah pula adik Marakermah yang diberi nama Nila Kesuma. Bertambah mashurlah kerajaan Puspa Sari dan bertambah pula iri hati Maharaja Entah Berantah.
Kemudian tersiar kabar, bahwa Maharaja Indra Angkasa mencari ahli nujum untuk mengetahui peruntungan kedua anaknya kelak. Kesempatan ini dipergunakan Maharaja Indra Dewa. Semua ahli nujum dikumpulkannya dan dihasutnya supaya mengatakan kepada Indra Angkasa bahwa Marakermah dan Nila Kesuma akan mendatangkan mala petaka dan akan menghancurkan kerajaan Puspa Sari. Semua ahli nujum mengatakan seperti yang dihasutkan oleh Maharaja Indra Dewa.
Mendengar kata-kata ahli nujum itu sangatlah murka Maharaja Indra Angkasa. Marakermah dan adiknya hendak dibunuhnya. Permaisuri Ratna Dewi menangis tersedu-sedu, memelas dan memohon kepada suaminya supaya kedua putranya jangan dibunuh. Ia tak tahan hati melihat kedua anaknya diperlakukan demikian. Dimohonnya kepada suaminya supaya dibiarkan saja kemana perginya mereka. Sambil disepak dan diterjang, pergilah kedua anak itu mengembara tanpa tujuan. Sesaat setelah mereka pergi, kerajaan Puspa Sari terbakar habis, semuanya musnah.
Sampai di kaki bukit, berteduhlah Marakermah dengan adiknya, Nila Kesuma, di bawah sebatang pohon dalam keadaan lapar. Tertangkaplah oleh Marakermah seekor burung yang sedang hinggap di dekatnya. Karena lapar, mereka hendak memakan burung itu, dan berusaha hendak memasaknya lebih dahulu. Datanglah mereka ke pondok seorang petani hendak minta api untuk membakar burung itu. Tiba-tiba mereka ditangkap petani karena dituduh hendak mencuri. Keduanya dilemparkan ke laut dan diterjang ombak ke sana kemari. Nila Kesuma akhirnya terdampar di pantai dan ditemukan oleh Raja Mengindra Sari, putra mahkota kerajaan Palinggam Cahaya. Nila Kesuma dibawa ke istana, kemudian dipersunting raja Mangindra Sari, menjadi permaisurinya dengan gelar Putri Mayang Mengurai.
Marakermah dibawa arus dan terdampar di pangkalan (tempat mandi di pantai) nenek gergasi (raksasa tua). Kemudian ia diambil dan dimasukkan dalam kurungan di rumahnya. Kebetulan di situ telah dikurung pula Putri Raja Cina bernama Cahaya Khairani yang tertangkap lebih dahulu. Mereka ini akan dijadikan santapan sang gergasi.
Sebuah kapal besar menghampiri perahu mereka dan mereka ditangkap lalu dimasukkan ke kapal. Nahkoda kapal jatuh cinta kepada Cahaya Khairani. Cahaya Khairani dipaksa
masuk ke kamar nakhoda dan Marakermah dilemparkan ke laut. Kapal meneruskan pelayarannya.
Dalam keadaan terapung-apung, setelah kapal berlayar jauh Marakermah ditelan seekor ikan nun (ikan yang sangat besar). Ikan itu terdampar di pangkan Nenek Kebayan. Seekor
burung rajawali terbang di atas pondok Nenek Kebayan dan memberitahukan supaya perut ikan nun yang terdampar di pantai itu ditoreh (dibuka) hati-hati, karena di dalamnya ada seorang anak raja. Petunjuk burung itu diikuti Nenek Kebayan dan setelah perut ikan nun ditoreh, keluarlah Marakermah dari dalamnya. Mereka sama-sama senang dan gembira. Lebih-lebih Nenek Kebayan yang mendapatkan seorang putra yang baik budi.
Marakermah tinggal di rumah Nenek Kebayan dan sehari-hari turut membantu membuat karangan bunga untuk dijual dan dikirim ke negeri lain. Dan cerita Nenek Kebayan tahulah Marakermah, bahwa permaisuri kerajaan tempat tinggal mereka bernama Mayang Mengurai yang tidak lain daripada seorang putri yang dibuang ke laut oleh seorang petani ketika hendak mencari api untuk membakar seekor burung bersama kakaknya. Yakinlah Marakermah bahwa putri itu sesungguhnya adiknya sendiri.
Kebetulan Cahaya Khairani maupun Mayang Mengurai sangat menyukai karangan bunga Nenek Kebayan yang sebenarnya Marakermahlah yang merangkainya. Pada suatu ketika dicantumkannya namanya dalam karangan bunga itu. Dari nama itu Cahaya Khairani dan Nila Kesuma mengetahui bahwa Marakermah masih hidup. Bertambah dalam cinta Cahaya Khairani kepada kekasihnya. Demikian juga Nila Kesuma bersama suaminya, berkemauan keras untuk segera mencari kakaknya, Marakermah, ke rumah Nenek Kebayan itu.
Betapa gembira mereka atas pertemuan itu tak dapat dibayangkan. Dengan mudah pula Marakermah bersama iparnya, Raja Palinggam Cahaya, dapat menemukan tempat Cahaya Khairani disembunyikan oleh nakhoda kapal. Setelah Cahaya Khairani ditemukan, dan ternyata ia belum ternoda oleh sang nakhoda, maka dilangsungkanlah acara pernikahan antara Marakermah dengan Cahaya Khairani, dan nakhoda yang menggoda Cahaya Khairani dibunuh di Kerajaan Palinggam Cahaya.
Marakermah bersama Cahaya Khairani kemudian pergi ke tempat ayah-bundanya yang telah jatuh miskin di Puspa Sari. Dengan kesaktiannya, Puspa Sari yang telah lenyap itu diciptakannya kembali menjadi kerajaan yang lengkap dengan isinya di daratan Tinjau Maya, yaitu Mercu Indra. Kemudian ia dinobatkan di sana menggantikan mertuanya.

PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG

Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit sebagai ternyata dari contoh yang di bawah ini:


Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya 1) kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, "Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?"

Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, "Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya." Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!"

Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, "Tuan hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata Bedawi itu, "Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam."

Maka kata orang tua itu kepada istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu, "Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk air itu dalam. Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.

Maka kata perempuan itu kepadanya, "Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu."

Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu.

Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya. Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati."

Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya sungai itu aimya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutnya Bedawi itu. Dengan hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat Masyhudulhakk itu.

Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Istri siapa perempuan ini?"

Maka kata Bedawi itu, "Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba."

Maka kata orang tua itu, "Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba."

Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada perempuan itu, "Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?"

Maka kata perempuan celaka itu, "Si Panjang inilah suami hamba."

Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk, "Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.

Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, "Si Panjang itulah suami hamba."

Maka kata Masyhudulhakk, "Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?"

Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkah perempuan itu istrimu?"

Maka kata Bedawi itu, "Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya."

Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, “Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia duduk?"

Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benamya?"

Maka kata orang tua itu, "Daripada mula awalnya." Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana tempat duduknya

Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu.

Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.

Catatan:
Asal hikayat ini cerita dalam bahasa Sangsekerta, yang bernama Mahaummagajataka. Cerita itu disalin misalnya ke bahasa Singgala (Sailan) dan Tibet. Dalam bahasa Aceh terkenal dengan nama Medehaka.

Nama Mahasyodhak Masyhudhak atau Masyhudu'lhakk asalnya kata India Mahosyadha, yaitu maha dan usyadha (obat besar).

Kutipan ini dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F. v.d. Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang tersebut).

Dalam Volksalmanak Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu diringkaskan dan sambungannya dimuat pula, dengan alamat "Masyudhak".
1. Dinantinya.
2. Atau: apalah kiranya.
3. Biasanya: bagaimana.
4. Lebih baik: dikatakan.
5. Maka pikir Masyhudu'lhakk atau maka berpikirlah Masyhudu'lhakk.



HIKAYAT MALIM DEMAM

Sebermula, di dalam sebuah negeri bersemayamlah seorang raja.

Akan baginda itu sangatlah disayangi oleh sekalian rakyat jelata kerana memerintah dengan adil lagi bijaksana akan negeri serta seluruh jajahan takluknya.

Akan baginda pula mempunyai seorang permaisuri yang amatlah elok rupa parasnya.

Oleh begitu, akan permaisuri itu amatlah baginda kasihi dengan sepenuh jiwa dan raga.

Seperkara lagi, amatlah pula baginda takuti akan permaisuri.

Sebagaimana rasa kasih dan sayang, begitulah juga rasa takut baginda akan permaisuri. Sedikit pun tidak pernah lekang dek panas atau lapuk dek hujan. Pendek kata jika permaisuri bersin sekalipun, nescaya baginda akan memuji lantas mengatakan itu adalah nyanyian merdu bak suara buluh perindu.

Begitulah takutnya baginda akan permaisuri.

Pada suatu hari, baginda pun mengadu kepada memanda menteri akan tekanan perasaan yang sedang baginda hadapi.

“Ampun tuanku beribu ampun, sembah patik harap diampun. Sebenarnya bukan tuanku seorang saja yang takut akan isteri, malahan patik begitu juga. Dan bukan setakat itu saja, patik juga mendapat perkhabaran yang seluruh suami di negeri serta jajahan tuanku ini masing-masing semuanya takutkan isteri!” ujar memanda menteri.

Perkhabaran itu membuatkan baginda jadi amat terperanjat.

Sambil berjalan kedepan kebelakang di balai rong seri istana dengan tangan tersilang di belakang di samping mengurut-ngurut misai, baginda pun bertitah :

“Pada fikiran beta, beginilah wahai memanda menteri. Segera pukulkan canang keserata negeri. Esok pagi minta seluruh kaum lelaki rakyat beta yang sudah beristeri, hadir keperkarangan istana.”

Memanda menteri pun tertanya-tanya, gerangan apakah yang ingin baginda lakukan?

Namun perintah raja harus dijunjung. Itulah yang memanda menteri lakukan.

Maka keesokan harinya berduyun-duyunlah seluruh rakyat jelata hadir di perkarangan istana. Akan yang datang itu pula, tentunya kaum lelaki yang sudah pun beristeri sebagaimana yang dititahkan baginda.

Setelah musta’id segalanya, seraya baginda pun bangun bertitah :

”Dengar sini wahai sekalian rakyat beta. Hari ini beta ingin memilih seorang lelaki di kalangan kamu semua yang paling berani sekali, yakni yang tidak takut akan isteri. Beta akan menganugerahkan sepersalinan pakaian kepadanya.”

Kemudian baginda bertitah lagi :

”Maka barang siapa dikalangan kamu yang takutkan isteri, sila pergi kesebelah.”

Maka berbondong-bondonglah lelaki-lelaki yang berkumpul itu pergi kesebelah yang dimaksudkan.

Maka yang tinggal hanyalah separuh daripada lelaki-lelaki yang berkumpul itu.

Kemudian baginda bertitah lagi kepada lelaki-lelaki yang tinggal separuh itu :

”Akan kamu pula, barang siapa yang pernah dimarahi isteri, sila pergi kesebelah.”

Maka berbondong-bondonglah lelaki-lelaki itu pergi kesebelah, menyertai kumpulan mereka yang takutkan isteri tadi.

Maka yang tinggal hanyalah seorang sahaja daripada mereka.

“Ampun tuanku beribu ampun, sembah patik harap diampun. Nampaknya ada juga di kalangan rakyat tuanku yang gagah berani, yakni yang tidak takut akan isteri,” bisik memanda menteri sambil menunjuk kearah lelaki yang cuma tercegat seorang itu.

”Benar wahai memanda menteri. Tetapi siapakah gerangan lelaki yang paling berani itu wahai memanda menteri?” titah baginda pula.

”Ampun tuanku. Akan lelaki itu memanglah patik kenali. Dia jiran patik, tuanku. Akan namanya pula adalah Malim. Akan diri si Malim itu pula selalulah demam. Jadi kami memanggilnya sebagai Malim Demam,” sahut memanda menteri.

”Kalau begitu minta Malim tampil segera kepentas di raja. Beta ingin menghadiahkan sepersalinan pakaian kepadanya. Mudah-mudahan dia tidak demam-demam lagi selepas ini,” titah baginda lagi.

Akan memanda menteri, segeralah memanggil-manggil akan Malim itu.

Akan Malim pula, hanyalah membatu, langsung tidak berganjak seinci pun dari tempat dia berdiri.

Akan baginda sultan jadi musykil serta kehairanan yang teramat sangat akan perlakuan si Malim itu.

Setelah sekian lama menanti, akhirnya baginda sultan pun mencemar duli turun dari singgahsana sambil diiringi memanda menteri untuk pergi mendapatkan si Malim.

Setelah tiba di bawah, baginda pun bertitah sambil menepuk-nepuk bahu si Malim :

“Wahai Malim lelaki yang gagah berani. Gerangan apakah yang mengganggu fikiran sehingga kamu tidak mahu tampil mengadap beta?”

Malim hanya berdiam diri. Seketika kemudian sambil mengangkat mukanya, seraya Malim pun menjawab :

“Ampun tuanku beribu ampun, sembah patik harap diampun. Sebenarnya kedatangan patik kesini tadi telah dihantar oleh isteri patik. Dan sebelum meninggalkan patik, dia telah berpesan kepada patik supaya JANGAN PERGI KEMANA-MANA, sehinggalah dia tiba semula kesini untuk menjemput patik balik nanti!”

Maka sebaik mendengar jawapan si Malim, merah padamlah muka baginda.

”Cis Malim. Patutlah selalu sangat demam. Melampau sangat takutnya kamu akan isteri!” rungut memanda menteri di dalam hati.


HIKAYAT AWANG SULUNG MERAH MUDA

Awang Sulung Merah Muda adalah anak raja Bandar Mengkalih. Semasa ia dilahirkan, orangtuanya sudah meninggal. Ia kemudian diasuh oleh Datuk Batin Alim bersama-sama dengan anak perempuannya sendiri yang bernama Puteri Dayang Nuramah. Sesudah besar, Awang Sulung merah Jambu Muda diserahkan kepada guru untuk mengaji, belajar kitab Nahu dan Mantik, kemudian belajar pencak silat pula. Semuanya ini dipelajari dengan cepat sekali. Pada suatu hari, gigi Awang Sulung Merah Muda pun diasah. Selang beberapa lama, Datuk Batin Alam meminta Aawang Sulung Merah Muda membayar belanja mengasah gigi.
Karena tiada mempunyai uang, Awang Sulung Merah Muda lalu disuruh untuk mengerjakan pekerjaan yang berat. Biarpun begitu, Datuk Batin Lam masih tidak puas hati dan mau membunuh Awang Sulung Merah Muda. Awang Sulung Merah Muda melarikan diri. Dengan bantuan Puteri Dayang Seri Jawa, ia pun melunaskan hutangnya. Selanjutnya Awang menjadi orang suruhan Puteri Dayang Seri Jawa. Puteri Dayang Nuramah yang menaruh hati pada Awang tidak rela kekasihnya itu direbut orang lain. Maka berkelahilah mereka di tengah laut selama tujuh hari tujuh malam. Awang Sulung Merah Muda takut kalau-kalau salah seorang puteri itu luka atau mati, lalu dia memisahkan mereka. Tidak lama sesudahnya, Puteri Dayang Seri Jawa pun dinikahkan dengan Awang Sulung Merah Muda masih kawin dengan Puteri Dayang Nuramah dan dua orang puteri lain yaitu Puteri Pinang Masak dari Pati Talak Trengganu dan Puteri Mengurai dari Parir Panjang. “Maka sangatlah kasih baginda akan keempat istrinya itu, tiada pernah bercerai…


Dongeng/Si Umbut Muda

Dari Wikibooks Indonesia, sumber buku teks bebas berbahasa Indonesia
Dahulu kala, sungai siak disebut Sungai Jantan. Sementara Siak Sri Indrapura masih bernama Mempura. Disana hiduplah seorang janda muda setengah baya dangan anak gadis nya yang bernama Si Umbut Muda. Gadis ini begitu cantik paras nya, wajah nya bulat telur sangat menawan. Alis mata nya meruncing bagai taji ayam dan hidung mancung bangir mancung. pipi kemerah-merahan, dagunya molek bagai sarang lebah. Bibirnya mungil tanpa gincu sudah memerah delima. Rambutnya ikal panjang terurai, begitu panjang nya hingga ke paras tumit.
Kecantikan si umbut muda memang tidak ada bandingan nya di zaman itu. sungguh tak dapat dicari duanya di sekitar Mempura hingga ke kuala Buantan. Karena selalu dipji-puji, Si Umbut Muda jadi tinggi hati,congkak dan sombong. Pakaiannya pun harus kain sutra termahal, kain songket tenunan Trengganu tersohor, dilengkapi selendang kain Mastuli tenunan Daik. Emas dan Perak tempaan, ditempah datangnya dari negeri China. itu masih belum cukup, gelang sepang ditangannya, sehingga bersusun lima rangkap. Setimbang beratnya delapan tail atau setengah kati.
Untunglah harta peninggalan almarhum ayahnya memang cukup untuk memenuhi keperluan Si Umbut Muda. kalau tidak apalah yang diharapkan, ibunya cuma seorang pengrajin tenun mengambil upah menenun kain songket kesana kemari sekedar cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja.
Pada suatu hari, menikahlah putri salah seorang bangsawan ternama Mempura. Undangan nya terdiri dari orang-orang ternama. Jemputan terhormat termasuk Si Umbut Muda. Ia tinggal diseberang Sungai Jantan berhadapan kampung dengan tempata perhelatan tersebut.
Si Umbut Muda mengenakan pakaian serba mahal, baju kurung berkain songket tenunan Trengganu. Kain tudung Sutra Mastuli berkelingkam, tenunan Daik. Pinggang dililit pending emas bertampuk kulit ketam rinjung terbuat dari emas dua puluh empat karat. Dukuh terkalung dileher hingga paras dada, lima rengkat, terbuat dari emas murni.Baju kurung berkancing kerusang permata berlian di batas leher.bergelang kaki emas giring-giring. Gentanya baerderung-dering bunyinya, setiap kali melangkah.
Cincin dijari tangan kiri dan kanan dipakai sepenuh kedelapan jarinya, semuanya emas permata berlian. Kerabu anting-anting permata intan gemerlapan di telinganya. Rambut labuh disanggul lipat ganda ternama, bercucuk siput suasa permata delima. Sementara itu pada kedua belah tangan terdapat gelang emas lima rengkat sebelah, berjumlah sepuluh gelang-gelang nya. Inilah dijadikan bidal, "Si Umbut Muda gelang banyak termasyhur". Sudah cukup terkenal di lingkungan Mempura, hingga ke ulu sungai desa Senapelan.

Tidak ada komentar: