Hikayat Simiskin
Hikayat Si
Miskin

Ketika mengandung 3 bulan, istrinya mengidamkan buah
mempelam (sejenis mangga) yang tumbuh di halaman istana raja. Dimintanya agar
suaminya (si Miskin) meminta buah mempelam itu kepada raja. Mendekat kampung
saja suaminya tidak berani, apalagi hendak menghadap raja minta buah mempelam
itu. Dengan sedih dan meratap istrinya memohon supaya suaminya mau meminta
mempelam raja itu. Karena kasihan kepada istrinya si Miskin mencoba meminta
mempelam itu.
Tiada disangka-sangka, raja sangat bermurah hati dan
memberikan mempelam yang diminta si Miskin. Buah lain seperti nangka pun diberi
raja. Penduduk kampung yang melihatnya jatuh kasihan dan bermurah hati memberi
si Miskin kue dan juadah (kue basah). Mungkin berkat tuah anak.yang dikandung
istrinya juga hal yang demikian itu terjadi.
Pada hari baik, setelah cukup bulannya, istri si
Miskin melahirkan seorang putra yang sangat elok parasnya. Anak itu diberi nama
Marakermah yang artinya anak dalam penderitaan.
Ketika si Miskin menggali tanah untuk memancangkan
tiang atap tempat berteduh, tergali olehnya taju (topi mahkota) yang penuh
berhias emas. Dengan kehendak Yang
Mahakuasa,
terjadilah sebuah kerajaan lengkap dengan alat, pegawai, pengawal, dan
sebagainya di tempat itu. Si Miskin menjadi rajanya dengan nama Maharaja Indra
Angkasa dan istrinya menjadi permaisuri dengan nama Ratna Dewi. Kerajaan itu
mereka namakan Puspa Sari.
Kerajaah Puspa Sari terkenal ke mana-mana.
Pemerintahannya baik, rakyatnya aman, damai, makmur, dan sentosa. Tiada lama
kemudian lahirlah pula adik Marakermah yang diberi nama Nila Kesuma. Bertambah
mashurlah kerajaan Puspa Sari dan bertambah pula iri hati Maharaja Entah
Berantah.
Kemudian tersiar kabar, bahwa Maharaja Indra Angkasa
mencari ahli nujum untuk mengetahui peruntungan kedua anaknya kelak. Kesempatan
ini dipergunakan Maharaja Indra Dewa. Semua ahli nujum dikumpulkannya dan
dihasutnya supaya mengatakan kepada Indra Angkasa bahwa Marakermah dan Nila
Kesuma akan mendatangkan mala petaka dan akan menghancurkan kerajaan Puspa
Sari. Semua ahli nujum mengatakan seperti yang dihasutkan oleh Maharaja Indra
Dewa.
Mendengar kata-kata
ahli nujum itu sangatlah murka Maharaja Indra Angkasa. Marakermah dan adiknya
hendak dibunuhnya. Permaisuri Ratna Dewi menangis tersedu-sedu, memelas dan
memohon kepada suaminya supaya kedua putranya jangan dibunuh. Ia tak tahan hati
melihat kedua anaknya diperlakukan demikian. Dimohonnya kepada suaminya supaya
dibiarkan saja kemana perginya mereka. Sambil disepak dan diterjang, pergilah
kedua anak itu mengembara tanpa tujuan. Sesaat setelah mereka pergi, kerajaan
Puspa Sari terbakar habis, semuanya musnah.
Sampai di kaki bukit, berteduhlah Marakermah dengan
adiknya, Nila Kesuma, di bawah sebatang pohon dalam keadaan lapar.
Tertangkaplah oleh Marakermah seekor burung yang sedang hinggap di dekatnya.
Karena lapar, mereka hendak memakan burung itu, dan berusaha hendak memasaknya
lebih dahulu. Datanglah mereka ke pondok seorang petani hendak minta api untuk
membakar burung itu. Tiba-tiba mereka ditangkap petani karena dituduh hendak
mencuri. Keduanya dilemparkan ke laut dan diterjang ombak ke sana kemari. Nila
Kesuma akhirnya terdampar di pantai dan ditemukan oleh Raja Mengindra Sari,
putra mahkota kerajaan Palinggam Cahaya. Nila Kesuma dibawa ke istana, kemudian
dipersunting raja Mangindra Sari, menjadi permaisurinya dengan gelar Putri
Mayang Mengurai.
Marakermah dibawa arus dan terdampar di pangkalan
(tempat mandi di pantai) nenek gergasi (raksasa tua). Kemudian ia diambil dan
dimasukkan dalam kurungan di rumahnya. Kebetulan di situ telah dikurung pula
Putri Raja Cina bernama Cahaya Khairani yang tertangkap lebih dahulu. Mereka
ini akan dijadikan santapan sang gergasi.
Sebuah kapal besar menghampiri perahu mereka dan
mereka ditangkap lalu dimasukkan ke kapal. Nahkoda kapal jatuh cinta kepada
Cahaya Khairani. Cahaya Khairani dipaksa
masuk ke
kamar nakhoda dan Marakermah dilemparkan ke laut. Kapal meneruskan
pelayarannya.
Dalam keadaan terapung-apung, setelah kapal berlayar
jauh Marakermah ditelan seekor ikan nun (ikan yang sangat besar). Ikan itu
terdampar di pangkan Nenek Kebayan. Seekor
burung
rajawali terbang di atas pondok Nenek Kebayan dan memberitahukan supaya perut
ikan nun yang terdampar di pantai itu ditoreh (dibuka) hati-hati, karena di
dalamnya ada seorang anak raja. Petunjuk burung itu diikuti Nenek Kebayan dan
setelah perut ikan nun ditoreh, keluarlah Marakermah dari dalamnya. Mereka
sama-sama senang dan gembira. Lebih-lebih Nenek Kebayan yang mendapatkan
seorang putra yang baik budi.
Marakermah tinggal di rumah Nenek Kebayan dan
sehari-hari turut membantu membuat karangan bunga untuk dijual dan dikirim ke
negeri lain. Dan cerita Nenek Kebayan tahulah Marakermah, bahwa permaisuri
kerajaan tempat tinggal mereka bernama Mayang Mengurai yang tidak lain daripada
seorang putri yang dibuang ke laut oleh seorang petani ketika hendak mencari
api untuk membakar seekor burung bersama kakaknya. Yakinlah Marakermah bahwa
putri itu sesungguhnya adiknya sendiri.
Kebetulan Cahaya Khairani maupun Mayang Mengurai
sangat menyukai karangan bunga Nenek Kebayan yang sebenarnya Marakermahlah yang
merangkainya. Pada suatu ketika dicantumkannya namanya dalam karangan bunga
itu. Dari nama itu Cahaya Khairani dan Nila Kesuma mengetahui bahwa Marakermah
masih hidup. Bertambah dalam cinta Cahaya Khairani kepada kekasihnya. Demikian
juga Nila Kesuma bersama suaminya, berkemauan keras untuk segera mencari
kakaknya, Marakermah, ke rumah Nenek Kebayan itu.
Betapa gembira mereka atas pertemuan itu tak dapat
dibayangkan. Dengan mudah pula Marakermah bersama iparnya, Raja Palinggam
Cahaya, dapat menemukan tempat Cahaya Khairani disembunyikan oleh nakhoda
kapal. Setelah Cahaya Khairani ditemukan, dan ternyata ia belum ternoda oleh
sang nakhoda, maka dilangsungkanlah acara pernikahan antara Marakermah dengan
Cahaya Khairani, dan nakhoda yang menggoda Cahaya Khairani dibunuh di Kerajaan Palinggam
Cahaya.
Marakermah bersama Cahaya Khairani kemudian pergi ke
tempat ayah-bundanya yang telah jatuh miskin di Puspa Sari. Dengan
kesaktiannya, Puspa Sari yang telah lenyap itu diciptakannya kembali menjadi
kerajaan yang lengkap dengan isinya di daratan Tinjau Maya, yaitu Mercu Indra.
Kemudian ia dinobatkan di sana menggantikan mertuanya.
PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG
Mashudulhakk
arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit sebagai
ternyata dari contoh yang di bawah ini:
Hatta maka
berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah
cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri
berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak
menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya 1) kalau-kalau ada orang
lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun
berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang
itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua,
lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam
juga. Katanya, "Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?"
Maka ada
pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu,
"Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba
tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya."
Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya
perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di
dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!"
Maka Bedawi
itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya
juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang
tua itu, "Tuan hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata
Bedawi itu, "Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini?
Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam."
Maka kata
orang tua itu kepada istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu
maka turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian
maka kata Bedawi itu, "Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba
dahulu, hamba seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala
bekal-bekal itu. Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan
oleh Bedawi itu. Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4)
oleh si Bungkuk air itu dalam. Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu,
maka kata Bedawi itu kepada perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok
rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk
ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba,
hamba ambit, hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya
akan perempuan itu.
Maka kata
perempuan itu kepadanya, "Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba
itu."
Maka apabila
sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah
maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu
semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan
Bedawi itu.
Kalakian
maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah
keduanya. Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya
berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, "Daripada hidup melihat
hal yang demikian ini, baiklah aku mati."
Setelah itu
maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya
sungai itu aimya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutnya
Bedawi itu. Dengan hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat
Masyhudulhakk itu.
Maka orang
tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka disuruh
oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan
perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Istri siapa perempuan ini?"
Maka kata
Bedawi itu, "Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba
pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba."
Maka kata
orang tua itu, "Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba."
Maka dengan
demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun
berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk
kepada perempuan itu, "Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua
orang laki-laki ini?"
Maka kata
perempuan celaka itu, "Si Panjang inilah suami hamba."
Maka
pikirlah 5) Masyhudulhakk, "Baik kepada seorang-seorang aku bertanya,
supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
Maka
diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh
Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, "Si Panjang itulah suami
hamba."
Maka kata
Masyhudulhakk, "Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa
mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?"
Maka tiada
terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan.
Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk,
"Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkah perempuan itu istrimu?"
Maka kata
Bedawi itu, "Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah
suaminya."
Syahdan maka
Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, “Jika sungguh istrimu perempuan ini,
siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung
tempat ia duduk?"
Maka
tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan
laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka
kata Masyhudulhakk, "Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu
sebenar-benamya?"
Maka kata
orang tua itu, "Daripada mula awalnya." Kemudian maka dikatakannya,
siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana tempat duduknya
Maka
Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi
itu dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk
akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga
perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta
dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi
itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu.
Maka
bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
Catatan:
Asal hikayat
ini cerita dalam bahasa Sangsekerta, yang bernama Mahaummagajataka. Cerita itu
disalin misalnya ke bahasa Singgala (Sailan) dan Tibet. Dalam bahasa Aceh
terkenal dengan nama Medehaka.
Nama
Mahasyodhak Masyhudhak atau Masyhudu'lhakk asalnya kata India Mahosyadha, yaitu
maha dan usyadha (obat besar).
Kutipan ini
dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan diubah di sana-sini
setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F. v.d. Wall (menurut
naskah yang lain dalam kumpulan yang tersebut).
Dalam Volksalmanak
Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu
diringkaskan dan sambungannya dimuat pula, dengan alamat "Masyudhak".
1.
Dinantinya.
2. Atau:
apalah kiranya.
3. Biasanya:
bagaimana.
4. Lebih
baik: dikatakan.
5. Maka
pikir Masyhudu'lhakk atau maka berpikirlah Masyhudu'lhakk.
HIKAYAT MALIM DEMAM
Sebermula, di dalam sebuah negeri bersemayamlah seorang
raja.
Akan baginda itu sangatlah disayangi oleh sekalian rakyat
jelata kerana memerintah dengan adil lagi bijaksana akan negeri serta seluruh
jajahan takluknya.
Akan baginda pula mempunyai seorang permaisuri yang amatlah
elok rupa parasnya.
Oleh begitu, akan permaisuri itu amatlah baginda kasihi
dengan sepenuh jiwa dan raga.
Seperkara lagi, amatlah pula baginda takuti akan permaisuri.
Sebagaimana rasa kasih dan sayang, begitulah juga rasa takut
baginda akan permaisuri. Sedikit pun tidak pernah lekang dek panas atau lapuk
dek hujan. Pendek kata jika permaisuri bersin sekalipun, nescaya baginda akan
memuji lantas mengatakan itu adalah nyanyian merdu bak suara buluh perindu.
Begitulah takutnya baginda akan permaisuri.
Pada suatu hari, baginda pun mengadu kepada memanda menteri
akan tekanan perasaan yang sedang baginda hadapi.
“Ampun tuanku beribu ampun, sembah
patik harap diampun. Sebenarnya bukan tuanku seorang saja yang takut akan
isteri, malahan patik begitu juga. Dan bukan setakat itu saja, patik juga
mendapat perkhabaran yang seluruh suami di negeri serta jajahan tuanku ini
masing-masing semuanya takutkan isteri!” ujar memanda menteri.
Perkhabaran itu membuatkan baginda jadi amat terperanjat.
Sambil berjalan kedepan kebelakang di balai rong seri istana
dengan tangan tersilang di belakang di samping mengurut-ngurut misai, baginda
pun bertitah :
“Pada fikiran beta, beginilah wahai
memanda menteri. Segera pukulkan canang keserata negeri. Esok pagi minta
seluruh kaum lelaki rakyat beta yang sudah beristeri, hadir keperkarangan
istana.”
Memanda menteri pun tertanya-tanya, gerangan apakah yang ingin
baginda lakukan?
Namun perintah raja harus dijunjung. Itulah yang memanda
menteri lakukan.
Maka keesokan harinya berduyun-duyunlah seluruh rakyat
jelata hadir di perkarangan istana. Akan yang datang itu pula, tentunya kaum
lelaki yang sudah pun beristeri sebagaimana yang dititahkan baginda.
Setelah musta’id segalanya, seraya baginda pun bangun
bertitah :
”Dengar sini wahai sekalian rakyat
beta. Hari ini beta ingin memilih seorang lelaki di kalangan kamu semua yang
paling berani sekali, yakni yang tidak takut akan isteri. Beta akan
menganugerahkan sepersalinan pakaian kepadanya.”
Kemudian baginda bertitah lagi :
”Maka barang siapa dikalangan kamu yang
takutkan isteri, sila pergi kesebelah.”
Maka berbondong-bondonglah lelaki-lelaki yang berkumpul itu
pergi kesebelah yang dimaksudkan.
Maka yang tinggal hanyalah separuh daripada lelaki-lelaki
yang berkumpul itu.
Kemudian baginda bertitah lagi kepada lelaki-lelaki yang
tinggal separuh itu :
”Akan kamu pula, barang siapa yang
pernah dimarahi isteri, sila pergi kesebelah.”
Maka berbondong-bondonglah lelaki-lelaki itu pergi
kesebelah, menyertai kumpulan mereka yang takutkan isteri tadi.
Maka yang tinggal hanyalah seorang sahaja daripada mereka.
“Ampun tuanku beribu ampun, sembah
patik harap diampun. Nampaknya ada juga di kalangan rakyat tuanku yang gagah
berani, yakni yang tidak takut akan isteri,” bisik memanda menteri
sambil menunjuk kearah lelaki yang cuma tercegat seorang itu.
”Benar wahai memanda menteri. Tetapi
siapakah gerangan lelaki yang paling berani itu wahai memanda menteri?”
titah baginda pula.
”Ampun tuanku. Akan lelaki itu
memanglah patik kenali. Dia jiran patik, tuanku. Akan namanya pula adalah
Malim. Akan diri si Malim itu pula selalulah demam. Jadi kami memanggilnya
sebagai Malim Demam,” sahut memanda menteri.
”Kalau begitu minta Malim tampil segera
kepentas di raja. Beta ingin menghadiahkan sepersalinan pakaian kepadanya.
Mudah-mudahan dia tidak demam-demam lagi selepas ini,” titah
baginda lagi.
Akan memanda menteri, segeralah memanggil-manggil akan Malim
itu.
Akan Malim pula, hanyalah membatu, langsung tidak berganjak
seinci pun dari tempat dia berdiri.
Akan baginda sultan jadi musykil serta kehairanan yang
teramat sangat akan perlakuan si Malim itu.
Setelah sekian lama menanti, akhirnya baginda sultan pun
mencemar duli turun dari singgahsana sambil diiringi memanda menteri untuk
pergi mendapatkan si Malim.
Setelah tiba di bawah, baginda pun bertitah sambil
menepuk-nepuk bahu si Malim :
“Wahai Malim lelaki yang gagah berani.
Gerangan apakah yang mengganggu fikiran sehingga kamu tidak mahu tampil
mengadap beta?”
Malim hanya berdiam diri. Seketika kemudian sambil
mengangkat mukanya, seraya Malim pun menjawab :
“Ampun tuanku beribu ampun, sembah
patik harap diampun. Sebenarnya kedatangan patik kesini tadi telah dihantar
oleh isteri patik. Dan sebelum meninggalkan patik, dia telah berpesan kepada
patik supaya JANGAN PERGI KEMANA-MANA, sehinggalah dia tiba semula kesini untuk
menjemput patik balik nanti!”
Maka sebaik mendengar jawapan si Malim, merah padamlah muka
baginda.
”Cis Malim. Patutlah selalu sangat
demam. Melampau sangat takutnya kamu akan isteri!” rungut memanda
menteri di dalam hati.
HIKAYAT AWANG SULUNG MERAH MUDA
Awang Sulung Merah Muda adalah anak raja Bandar Mengkalih. Semasa ia
dilahirkan, orangtuanya sudah meninggal. Ia kemudian diasuh oleh Datuk Batin
Alim bersama-sama dengan anak perempuannya sendiri yang bernama Puteri Dayang
Nuramah. Sesudah besar, Awang Sulung merah Jambu Muda diserahkan kepada guru
untuk mengaji, belajar kitab Nahu dan Mantik, kemudian belajar pencak silat
pula. Semuanya ini dipelajari dengan cepat sekali. Pada suatu hari, gigi Awang
Sulung Merah Muda pun diasah. Selang beberapa lama, Datuk Batin Alam meminta
Aawang Sulung Merah Muda membayar belanja mengasah gigi.
Karena tiada mempunyai uang, Awang Sulung Merah Muda lalu disuruh untuk
mengerjakan pekerjaan yang berat. Biarpun begitu, Datuk Batin Lam masih tidak
puas hati dan mau membunuh Awang Sulung Merah Muda. Awang Sulung Merah Muda melarikan
diri. Dengan bantuan Puteri Dayang Seri Jawa, ia pun melunaskan hutangnya.
Selanjutnya Awang menjadi orang suruhan Puteri Dayang Seri Jawa. Puteri Dayang
Nuramah yang menaruh hati pada Awang tidak rela kekasihnya itu direbut orang
lain. Maka berkelahilah mereka di tengah laut selama tujuh hari tujuh malam.
Awang Sulung Merah Muda takut kalau-kalau salah seorang puteri itu luka atau
mati, lalu dia memisahkan mereka. Tidak lama sesudahnya, Puteri Dayang Seri
Jawa pun dinikahkan dengan Awang Sulung Merah Muda masih kawin dengan Puteri
Dayang Nuramah dan dua orang puteri lain yaitu Puteri Pinang Masak dari Pati
Talak Trengganu dan Puteri Mengurai dari Parir Panjang. “Maka sangatlah kasih
baginda akan keempat istrinya itu, tiada pernah bercerai…
Dongeng/Si Umbut Muda
Dari Wikibooks Indonesia, sumber
buku teks bebas berbahasa Indonesia
Dahulu kala, sungai siak disebut Sungai Jantan. Sementara Siak Sri Indrapura
masih bernama Mempura. Disana hiduplah seorang janda muda setengah baya dangan
anak gadis nya yang bernama Si Umbut Muda. Gadis ini begitu cantik paras nya,
wajah nya bulat telur sangat menawan. Alis mata nya meruncing bagai taji ayam
dan hidung mancung bangir mancung. pipi kemerah-merahan, dagunya molek bagai
sarang lebah. Bibirnya mungil tanpa gincu sudah memerah delima. Rambutnya ikal
panjang terurai, begitu panjang nya hingga ke paras tumit.Kecantikan si umbut muda memang tidak ada bandingan nya di zaman itu. sungguh tak dapat dicari duanya di sekitar Mempura hingga ke kuala Buantan. Karena selalu dipji-puji, Si Umbut Muda jadi tinggi hati,congkak dan sombong. Pakaiannya pun harus kain sutra termahal, kain songket tenunan Trengganu tersohor, dilengkapi selendang kain Mastuli tenunan Daik. Emas dan Perak tempaan, ditempah datangnya dari negeri China. itu masih belum cukup, gelang sepang ditangannya, sehingga bersusun lima rangkap. Setimbang beratnya delapan tail atau setengah kati.
Untunglah harta peninggalan almarhum ayahnya memang cukup untuk memenuhi keperluan Si Umbut Muda. kalau tidak apalah yang diharapkan, ibunya cuma seorang pengrajin tenun mengambil upah menenun kain songket kesana kemari sekedar cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja.
Pada suatu hari, menikahlah putri salah seorang bangsawan ternama Mempura. Undangan nya terdiri dari orang-orang ternama. Jemputan terhormat termasuk Si Umbut Muda. Ia tinggal diseberang Sungai Jantan berhadapan kampung dengan tempata perhelatan tersebut.
Si Umbut Muda mengenakan pakaian serba mahal, baju kurung berkain songket tenunan Trengganu. Kain tudung Sutra Mastuli berkelingkam, tenunan Daik. Pinggang dililit pending emas bertampuk kulit ketam rinjung terbuat dari emas dua puluh empat karat. Dukuh terkalung dileher hingga paras dada, lima rengkat, terbuat dari emas murni.Baju kurung berkancing kerusang permata berlian di batas leher.bergelang kaki emas giring-giring. Gentanya baerderung-dering bunyinya, setiap kali melangkah.
Cincin dijari tangan kiri dan kanan dipakai sepenuh kedelapan jarinya, semuanya emas permata berlian. Kerabu anting-anting permata intan gemerlapan di telinganya. Rambut labuh disanggul lipat ganda ternama, bercucuk siput suasa permata delima. Sementara itu pada kedua belah tangan terdapat gelang emas lima rengkat sebelah, berjumlah sepuluh gelang-gelang nya. Inilah dijadikan bidal, "Si Umbut Muda gelang banyak termasyhur". Sudah cukup terkenal di lingkungan Mempura, hingga ke ulu sungai desa Senapelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar